Minggu, 26 Juni 2016

Risoles, Warisan Kuliner Masa Kolonialisme

Masa kolonialisme di Indonesia tidaklah sebentar terutama pada masa kependudukan Belanda yang menduduki Indonesia selama kurang lebih 3,5 abad. Waaa lama banget yaaa... Itu yang awalnya Cornelis de Houtman dan koloninya cuma mau ngebeli bumbu - bumbu macem cengkeh, pala, merica eh malah keterusan tinggal di sini dan melancarkan aksi imperialismenya. Sampai si Cornelis de Houtman cucunya punya cucu lagi dan bercucu lagi.

Ah dari tadi ngomongin Cornelis de Hooutman jangan - jangan pada enggak tau nih dia siapa. Buka sana buku sejarah kalian kalau belum tau.
 Ternyata emang bener nih seperti yang kata orang bijak bilang kalau selalu ada hikmah di setiap kejadian. Walaupun waktu itu kita tertindas dan ngenes banget di bawah kependudukan Belanda tapi ternyata ada hikmah yang bisa kita rasakan sampai sekarang loh! Apa ituuuu? Ya hikmah yang bisa banget kita rasakan secara nyata dari masa koloniallisme ini adalah peninggalan kulinernya. Hmmm..  Warisan ini juga loh yang menambah keanekaragaman kuliner Indonesia. 

Nah kali ini aku mau ngebahas tentang kuliner dan kolonialisme dalam 1 wacana postkolonialisme. Sebelumnya, apa itu Postkolonialisme? Postkolonialisme adalah kajian mengenai sesuatu setelah berakhirnya masa kolonialisme. Sesuatu ini bisa yang tidak terlihat atau abstrak seperti politik, perekonomian, kebudayaan, atau bisa juga yang terlihat secara visual seperti bangunan, pakaian, dan kuliner kayak yang mau aku bahas ini.

Warisan kuliner dari masa kolonialisme tidak bisa dipisahkan dari peran pembantu rumah tangga tuan - tuan belanda. Dulu, saat bangsa belanda menduduki bangsa ini, di setiap rumah orang belanda, selalu ada pembantu rumah tangga pribumi yang biasanya terdiri dari juru masak, tukang kebun, dan tukang bersih - bersih rumah. Nah untuk si juru masak, mereka mau tidak mau di tuntut untuk selalu menghidangkan makanan ala belanda di meja makan. Ketika ada tuntutan seperti itu mau enggak mau mereka - mereka ini haru mempelajari dong all about masakan belanda. Hmmm berarti embok - embok jaman dulu tuh udah kayak chef chef jaman sekarang yang menguasai masakan internasional yaaaa. Enggak hanya sampai situuuu, embok embok juru masak ini bahkan mulai menciptakan kreasi baru dalam memasak masakan belanda yang dihasilkan akibat dari bahan - bahan masakan belanda yang kadang tidak di produksi di Indonesia. Mereka mulai mengganti tuh bahan yang enggak ada di Indonesia dengan bahan yang rasanya mirip - mirip dengan yang harusnya dipakai. 

Setelah berakhirnya masa kolonialisme yang ditandai dengan banyaknya orang belanda yang dipulangkan ke negaranya, embok - embok tadi bebas dari pekerjaannya sebagai juru masak. Embok - embok yang gabut inilah yang kemudian mengisi kegabutannya dengan memanfaatkan ilmu yang ia dapat semasa menjadi juru masak keluarga belanda. Mereka mulai memproduksi makanan - makanan belanda yang kemudian di jual ke masyarakat jelata.

Tentunya masakan belanda yang dijual ke masyarakat jelata ini sudah tidak original dari belanda yaaa karena di seuaikan juga dengan kemampuan daya beli masyarakat kala itu. Contoh kulinernya yaitu risoles!!! Siapa sih yang enggak kenal sama risoles? Ternyata makanan ini merupakan kuliner warisan belanda loooh!!! Aslinya risoles itu disebut dengan rissole dalam bahasa belanda, namun berubah pengucapan karena disesuaikan dengan lidah - lidah orang jawa yang enggak mau ribet ngomong rissole. Rissole ini sendiri mulai dikenal pada abad ke-13 sebagai makanan semi-berat yang dibungkus dengan tepung dadar, diisi dengan daging cincang, kemudian di goreng dengan tepung parnir dan kocokan telur ayam. Namun risoles yang di jual setelah berakhirnya kolonialisme ini tidak diisi dengan aging cincang karena saat itu memang ekonomi kita yang benar - benar terpuruk. Agar lebih menyesuaikan dengan daya beli masyarakat kala itu, risoles diisi dengan rogut. Bentuk dan ukurannya juga tidak sebesar risoles yang asli.




Perkembangan risoles tidak begitu pesat. Risoles dengan isi rogurt masih sangat digandrungi oleh masyarakat sampai pada akhir tahun 2000an karena harganya yang terjangkau dan rasanya sesuai dengan lidah masyarakat Indonesia. Risoles sendiri sering dijadikan sebagai sanck dalam acara - acara arisan, pesta pernikahan, rapat, dan lain - lain berbeda dengan bangsa belanda yang memakan risoles sebagai makanan berat. Karena perekonomian kita yang semakin membaik, dan adanya fenomena globalisasi yang sangat pesat maka risoles yang sekarang di jual ini isinya seperti risoles yang dimiliki orang belanda dengan ukuran yang besar juga. Isi risoles yang sekarang ini meliputi risol isi daging cincang, risol isi tuna, risol isi sosis, dan risol isi keju. Yang sekarang menjadi trend adalah risoles isi mayoneis.

Nah itu dia wacana postkolonialisme aku tentang risoles.

Post kali ini masih tergabung dalam tugas akhir semester mata kuliah Penulisan Kreatif Sastra yang dikumpulin besok. Akhirnya selesai jugaaa~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar